I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kendari merupakan salah satu kota di Indonesia yang
memiliki kekayaan flora dan fauna yang banyak. Kekayaan tersebut dapat dilihat
dari kekayaan spesies yang ada di Kendari khususnya di Hutan Lindung
Nanga-nanga. Kawasan hutan lindung Nanga-nanga terletak di wilayah administrasi
yaitu pemerintah Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan, Kecamatan Poasia
dan Kecamatan Baruga Kota Kendari dengan luas kawasan 2515 ha, lingkar gelang
kawasan hutan 58 Km, tata letak kontruksi batas dilaksanakan oleh BIPHUT
Sulawesi Tenggara dengan panjang kawasan hutan 45,0 Km.
Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang dapat membuat
makanannya sendiri dari suatu proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari
sehingga tumbuhan di dalam aliran energi bertugas sebagai produsen. Selain
menjadi produsen dalam aliran energi, tumbuhan dapat pula menjadi habitat dari
makhluk hidup lainnya, baik hewan maupun sesama tumbuhan. Tumbuhan yang
memiliki struktur yang tinggi misalnya pohon jati, dapat menjadi suatu habitat
dari makhluk hidup lainnya seperti burung. Adapun tumbuh-tumbuhan yang melekat
pada tumbuhan dapat mematikan tumbuhan lain atau hanya sekedar melekat pada
tumbuhan tersebut. Tumbuhan yang melekat dan mematikan tumbuhan inangnya
disebut dengan parasit. Sedangkan tumbuhan yang hanya sekedar melekat disebut
dengan tumbuhan efipit.
Inventaris merupakan suatu daftar semua fasilitas yang
ada di seluruh bagian termasuk gedung dan isinya yang bertujuan sebagai tanda
pengenal. Invetarisasi tumbuhan merupakan suatu cara pemberian tanda pengenal
terhadap tumbuhan-tumbuhan yang berada pada suatu daerah seperti pada suatu
daerah hutan. Inventarisasi tumbuhan diperlukan guna mengetahui kekayaan
tumbuhan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu. Hutan sebagai
asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dengan dominasi pohon-pohonan selalu
mengalami perubahan setiap waktu. Oleh karena itu, jumlah kekayaan yang
terkandung di dalam hutan juga selalu berubah. Hal ini menyebabkan
inventarisasi tumbuh-tumbuhan di dalam hutan tidak mudah dilaksanakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilaksanakan praktikum Inventarisasi Tumbuhan
di Hutan Nanga-nanga.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada praktikum Inventarisasi Tumbuhan
di Hutan Nanga-nanga adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
jenis keanekaragaman tumbuhan di lingkungan Hutan Nanga-nanga?
2. Bagaimana
metode pembuatan herbarium?
3. Bagaiaman
teknik survei lapangan?
C.
Tujuan
Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Inventarisasi
Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui jenis keanekaragaman tumbuhan di lingkungan Hutan Nanga-nanga.
2. Untuk
mengetahui metode pembuatan herbarium.
3. Untuk
mengetahui teknik survei lapangan.
D.
Manfaat
Praktikum
Manfaat dari praktikum Inventarisasi Tumbuhan di Hutan
Nanga-nanga adalah sebagai berikut.
1. Dapat
mengetahui jenis keanekaragaman tumbuhan di lingkungan Hutan Nanga-nanga.
2. Dapat
mengetahui metode pembuatan herbarium.
3. Dapat
mengetahui teknik survei lapangan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Hutan hujan tropika merupakan
tempat tumbuh bagi flora dan fauna, membentuk persekutuan hidup dengan
keseimbangan yang dinamis. Soerianegara dan Indrawan (1982) menyatakan bahwa
perubahan komunitas hutan dapat timbul akibat adanyagangguan, baik yang
bersifat alami seperti tanah longsor dan gunung meletus, maupun yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti perladangan berpindah, pertambangan
terbuka, dan pembalakan hutan (Mukhtar, 2012).
Hutan merupakan sumberdaya alam
yang tidak ternilai karena didalamnya terdapat keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan berupa kayu dan nonkayu, pengatur tata
air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati
untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan
sebagainya. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan
intensitasnya semakin meningkat dari tahun ketahun (Istigono dalam Bambang, 2011).
Tumbuhan
memanjat atau lebih dikenal dengan nama liana adalah salah satu jenis tumbuhan
yang menjadi penciri khas dari ekosistem hutan hujan tropis. Contohnya adalah
jenis-jenis rotan, anggur, serta beberapa Cucurbitaceae (suku
labu-labuan). Liana merupakan tumbuhan merambat atau tidak dapat tumbuh tegak
mendukung tajuknya. Untuk mendukung pertumbuhannya, kelompok tumbuhan ini
umumnya memanfaatkan berbagai jenis pohon untuk merambat. Dengan memanfaatkan
pohon inangnya, beberapa jenis liana dapat mencapai lapisan tajuk dan menutupi
tajuk inangnya (Asrianny, 2012).
Karakterisasi
sifat morfologi merupakan cara determinasi yang paling akurat untuk menilai
sifat agronomi dan klasifikasi taksonomi tanaman. Karakterisasi morfologi dapat
digunakan untuk identifikasi duplikasi koleksi plasma nutfah, studi pendugaan
keragaman genetik dan studi korelasi antara morfologi dengan sifat penting
agronomi. Karakterisasi pada tingkat morfologi diperlukan terutama untuk
keperluan identifikasi fenotipe dan perubahannya terkait dengan ekotipenya
(Sri, 2012).
Kekayaan
jenis tumbuhan obat yang terdapat di ekosistem alami di Indonesia berasal dari
berbagai tipe ekosistem hutan yang berhasil diidentifikasi dan diinventarisasi
tidak kurang dari 1.845 jenis tumbuhan obat.
Begitu pula dengan kawasan hutan Pegunungan Meratus dari beberapa penelitian
yang dilakukan di kawasan hutan Pegunungan Meratus tersebut telah
diidentifikasi tidak kurang 47 jenis tumbuhan berkhasiat obat (Gunawan, 2009).
III.
METODE
PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum Inventarisasi Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga
dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014, yang d pada pukul 09.00
WITA sampai dengan selesai dan bertempat di Hutan Lindung Nanga-nanga, Desa
Amohalo, Kecematan Baruga dan Tobimeita, Kota Kendari.
B.
Alat
dan Bahan
1.
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Inventarisasi
Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nama alat dan kegunaannya pada praktikum Inventarisasi
Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga
No.
|
Nama alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Sasak
|
Mengepres tumbuhan
|
2.
|
Etiket gantung
|
Sebagai tanda pengenal
|
3.
|
Selotip
|
Melekatkan obyek
|
4.
|
Gunting
|
Memotong obyek
|
5.
|
Botol semprot
|
Menyemprotkan alkohol
|
6.
|
Tali rapia
|
Sebagai batas plot
|
7.
|
Patok kayu
|
Sebagai batas plot
|
8.
|
Oven
|
Mengeringkan obyek
|
2.
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Inventarisasi
Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nama bahan dan kegunaannya pada praktikum Inventarisasi
Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga
No.
|
Nama alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Alkohol 70%
|
Mengawetkan sampel
|
2.
|
Koran bekas
|
Sebagai pelapis sampel
|
3.
|
Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga
|
Sebagai obyek pengamatan
|
C.
Prosedur
Kerja
Prosedur kerja pada praktikum Invenarisasi Tumbuhan di
Hutan Nanga-nanga adalah sebagai berikut.
1. Menentukan
lokasi pengamatan
2. Membuat
plot pengamatan
3. Mengambil
beberapa sampel tumbuhan yang akan dijadikan herbarium
4. Memberikan
alcohol 70% pada tumbuhan tersebut
5. Meletakkan
tumbuhan sampel yang dijadikan herbarium di atas Koran dan melekatkannya
menggunakan selotip bening.
6. Mengepres
tumbuhan ke dalam sasak
7. Mengoven
sampel tumbuhan dengan suhu 108oC sekitar 24 jam
8. Mengidentifikasi
jenis tumbuhan tersebut.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum Inventarisasi Tumbuhan
di Hutan Nanga-nanga adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Spesies A
|
1. Helaian
daun (lamina)
2. Tangkai
daun (petiolus)
3. Pelepah
daun (vagina)
4. Batang
(caulis)
5. Akar
(radix)
|
|||||
Gambar 2. Spesies B
|
1. Helaian
daun (lamina)
2. Tangkai
daun (petiolus)
3. Batang
(caulis)
4. Akar
(radix)
|
|||||
Gambar 3. Paku
pedang
|
1. Anak
daun (foliolum)
2. Tangkai
anak daun (petiololus)
3. Ibu
tangkai daun (petiolus communis)
4. Rimpang
(rhizoma)
5. Akar
(radix)
|
B.
Pembahasan
Inventarisasi tumbuhan merupakan suatu kegiatan yang
dimana bertujuan untuk mengetahui ketersediaan dan kekayaan tumbuhan yang
berada pada suatu daerah. Inventarisasi biasanya dilakukan dalam lingkungan
hutan. Hal itu dikarenakan hutan merupakan habitat yang alami yang dimana
tumbuhan dapat hidup dengan bebas dengan berbagai faktor lingkungan lainnya
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan yang berada dalam lingkungan
hutan. Faktor-faktor lingkungan tersebut dapat membuat komposisi tumbuhan pada
suatu hutan dapat berubah seiring waktu sehingga inventarisasi tumbuhan menjadi
lebih sulit dilaksanakan.
Hasil dari pengamatan didapatkan tiga jenis spesies,
yaitu spesies A, spesies B, dan paku pedang. Teknik survei lapangan yang
digunakan ialah teknik sampling dimana dengan membuat plot petak contoh dan
kemudian mengambil beberapa tumbuhan yang akan diamati dan dijadikan herbarium.
Metode pembuatan herbarium diawali dengan mengambil beberapa sampel. Kemudian
sampel tersebut disemprotkan alkohol dan dilekatkan di kertas. Setelah itu
dipres menggunakan sasak dan dioven selama 24 jam. Kemudian sampel
dideskripsikan sesuai dengan tumbuhan yang diambil.
Spesies A memiliki sistem perakaran serabut (radix adventitia). Batang dari spesies ini memiliki pertumbuhan
yang monopodial, bersifat berkayu, berbentuk bulat (teres), permukaannya terdapat bekas duduk daun sehingga internodus
terlihat jelas. Spesies ini memiliki daun yang lengkap dimana terdiri dari
helaian daun (lamina), tangkai daun (petiolus) dan pelepah daun (vagina) dimana daunnya termasuk daun
tunggal. Daunnya berbangun daun lancet (lanceolatus),
ujungnya runcing (acutus), pangkalnya
runcing (acutus), bertulang daun
lurus (rectinervis), tepi daunnya
rata (integer), dan daging daunnya
tipis seperti selaput (membranaceus)
serta memiliki tata letak daun (phyllotaxis)
tersebar (folia sparsa) dengan
deskripsi sudut divergensinya yaitu 2/5.
Spesies B memiliki sistem perakaran tunggang (radix primaria) yang dimana memiliki
akar pokok yang tumbuh terus mengarah ke dasar bumi. Batang dari spesies ini
bersifat berkayu (truncus), berbentuk
bulat (teres), permukaannya beralur (sulcatus), dan arah batangnya tegak (erectus). Spesies ini memiliki daun yang
tidak lengkap karena tidak memiliki pelepah daun (vagina) dan termasuk ke dalam daun tunggal (folium simplex) karena masing-masing daun duduk langsung pada
batang. Daun dari spesies ini berbangun lanset (lanceolatus), sebagian besar daun memiliki ujung yang runcing (acutus), pangkalnya runcing (acutus), bertulang daun menyirip (penninervis), tepi daunnya rata (integer), berdaging daun seperti kertas
(papyraceus), permukaan daun bagian
atasnya licin (laevis) dan bagian
bawahnya kasar (scaber) serta
memiliki tata letak daun (phyllotaxis)
berhadapan-bersilang (folia decussata).
Paku pedang
(Nephrolepis biserrata) merupakan sekelompok tumbuhan paku yang terna epifit atau
setengah epifit. Tumbuhan
ini kerap tumbuh pada kondisi tumbuh marginal, seperti pada lantai hutan yang
lembab, tebing perbukitan, dan merayap pada batang pohon atau batuan. Spesies
ini memiliki sistem perakaran serabut (radix
adventitia). Batangnya merupakan rimpang tipis, menyerupai akar. Dari
rimpangnya tumbuh ental yang memanjang, dapat mencapai 1,5m panjang. Daun dari
tumbuhan ini merupakan daun yang tidak lengkap karena tidak memiliki pelepah
daun (vagina) dan termasuk daun
majemuk. Daunnya berbangun daun panjang (oblongus),
ujungnya tumpul (obtusus), pangkalnya
romping (truncutus), bertulang daun
menyirip (penninervis), tepi daunnya
berombak (repandus), dan daging
daunnya tipis seperti selaput (membranaceus)
serta dibawah daun terdapat spora yang berfungsi sebagai alat reproduksi
seksual.
V.
PENUTUP
A.
Simpulan
Simpulan dari praktikum Inventarisasi Tumbuhan di
Hutan Nanga-nanga adalah sebagai berikut.
1. Jenis
keanekaragaman tumbuhan di lingkungan Hutan Nanga-nanga terdiri dari beberapa
jenis tumbuhan monokotil dan dikotil, tumbuhan efipit, dan beberapa jenis
tumbuhan paku.
2. Metode
pembuatan herbarium diawali dengan pengambilan beberapa sampel, pemberian
alkohol, pengepreskan dan pengovenan, dan diakhiri dengan mendeskripsikan
tumbuhan.
3. Teknik
survei lapangan yang digunakan ialah teknik sampling dengan membuat plot petak
contoh sebagai perwakilan dari daerah tersebut.
B.
Saran
Saran pada praktikum Inventarisasi Tumbuhan di Hutan Nanga-nanga
adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan
kepada praktikan agar serius dalam melakukan pengamatan agar kesalahan dalam
pengamatan dapat dikurangi.
2. Diharapkan
kerja sama ditingkatkan, baik antara asisten dengan praktikan maupun sesama
praktikan agar tidak ada praktikan yang tidak bekerja dalam waktu melakukan
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Asrianny, Marian, dan Oka, N. K., 2012, Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana (Tumbuhan Memanjat) pada Hutan
Alam di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, J. Perennial, 5 (1) : 23 – 30
Das, S. S., dkk., 2012, Keragaman
Spesies Pala (Myristica sp.) Maluku Utara Berdasarkan Penanda Morfologi
dan Agronomi, J. Litrri, 18
(1) : 1 – 9
Gunawan, dkk., 2009, Inventarisasi
Komposisi Jenis dan Potensi Tumbuhan Sarang Semut (Myrmecodia Sp)
Berdasarkan Karakteristik Ekologis Habitatnya di Kawasan Hutan Pegunungan
Meratus Kalimantan Selatan, J. Hutan
Tropis Borneo, 25 : 71 – 85
Muhktar, A. S. dan Heriyanto, N.
M., 2012, Keadaan Suksesi Tumbuhan pada Kawasan Bekas Tambang Batubara
di Kalimantan Timur, J. PEnelitian Hutan dan Konservasi Alam, 9 (4) : 341- 350
Saharjo,
B. H. dan Cago, C., 2011, Suksesi Alami Paska Kebakaran pada Hutan Sekunder di
Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera-Timor Leste, J. Silvikultur Tropika, 2 (1) : 40 - 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar